4 Tokoh Nasional yang Menguasai Banyak Bahasa Asing, dari Bung Karno hingga Kakak RA Kartini : e-Kompas.ID Edukasi - e-Kompas.ID
Connect with us

Headline

4 Tokoh Nasional yang Menguasai Banyak Bahasa Asing, dari Bung Karno hingga Kakak RA Kartini : e-Kompas.ID Edukasi



JAKARTA – Polyglot adalah seseorang yang mampu menguasai lebih dari enam bahasa secara efektif baik berbicara, menulis, maupun membaca kosakata asing.

Jika multilingual kemampuan pemahaman bahasa asingnya karena terpengaruh dari lingkungan, maka polyglot memang bersungguh-sungguh belajar untuk memahami bahasa asing.

Kemampuan polyglot ini dimiliki oleh banyak tokoh nasional Indonesia, karena pada saat masa koloni mereka memerlukan penguasaan bahasa untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan berbagai bangsa asing yang datang ke Indonesia. Hal ini sekaligus menunjukkan kecintaan mereka dalam mempelajari hal baru.

•Agus Salim

Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia periode 3 Juli 1947 – 20 Desember 1949, Agus Salim, punya julukan sebagai Singa Podium karena “keganasannya” saat berdialog di muka umum dan menimbulkan decak kagum.

Dikutip dari Kepustakaan Presiden Perpusnas, Haji Agus Salim, yang nama kecilnya Masyhudul Haq, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada 9 Oktober 1884. Sejak kecil, Agus Salim sudah mengenyam pendidikan di sekolah khusus anak-anak Eropa, yakni di Europeesche Lagere School (ELS).

Lalu ia melanjutkan pendidikan ke Batavia di Hoogere Burgerschool (HBS) dan menjadi lulusan terbaik se-Hindia Belanda. Kemampuan bahasa Belanda Agus Salim didapatkan saat beliau melakukan perjalanan ke Belanda di kapal laut. Agus Salim sempat menjadi penerjemah dan pembantu notaris di kongsi pertambangan Indragiri, lalu pindah ke Jeddah pada tahun 1906 untuk bekerja menjadi Konsulat Belanda.

Setidaknya ada sembilan bahasa yang dikuasai oleh Agus Salim, yaitu Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Arab, Turki, dan Jepang. Perfomanya saat tampil sebagai delegasi Konferensi Buruh Internasional mewakili Belanda dan berpidato dalam bahasa Prancis membuat banyak orang terkesima akan kecerdasannya.

Saat di Mesir, Agus Salim juga mampu melakukan ceramah dengan menggunakan beragam bahasa, yakni bahasa Inggris di Aula Universitas Fouad I (Universitas Kairo), bahasa Prancis di Institut Geografi Kerajaan, dan bahasa Arab di Gedung Persatuan Wartawan Mesir.

Agus Salim juga aktif dalam jurnalistik. Dia membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO) dan memimpin organisasi Sarekat Islam.

• Buya Hamka

Buya Hamka adalah ulama dan sastrawan Indonesia. Pria yang punya nama asli Haji Abdul Malik Karim Amrullah ini lahir pada 17 Februari 1908 di Sungai Batang, Maninjau, Sumatera Barat. Hamka sudah menerima didikan agama dan sastra sejak kecil. Ketika usia 4 tahun, Hamka mempelajari Al-Quran dan bacaan salat, setelah keluarganya pindah ke Padang Panjang.

Hamka sempat bersekolah di Sekolah Desa, namun ayahnya kemudian memasukkannya ke Thawalid, organisasi keislaman pertama di Indonesia. Dari situlah keinginan Hamka untuk mendalami bahasa dan sastra Arab muncul.

Tidak hanya Arab, Hamka juga mempelajari kesusastraan negara lain, seperti Prancis, Inggris, dan Jerman. Beliau terbiasa berkutat dengan karya-karya sastra Albert Calmus, Jean Paul Sarte, Pierre Loti, hingga Karl Marx.

Buya Hamka aktif dalam menulis, baik menulis majalah, surat kabar, hingga menerbitkan novel seperti Di Bawah Lindungan Ka’Bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wick, dan Merantau ke Deli. Hamka juga didapuk menjadi pemimpin Muhammadiyah di tahun 1952 dan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama Indonesia pada 26 Juli 1975.

•R.M. Panji Sosrokartono

Sosok R.M Panji Sosrokartono tidak bisa dipisahkan dari hidup pejuang wanita Indonesia, Raden Ajeng Kartini. Beliau adalah kakak Kartini, anak keempat dari pasangan Raden Mas Ario Samingun Sosroningrat, sang Bupati Jepara, dan istrinya, Ngasirah. Lahir di Mayong pada tanggal 10 April 1877, Raden Mas Panji Sosrokartono ini punya panggilan akrab Kartono.

Kartono menamatkan pendidikannya di Europeesche Lagere School, lalu lanjut ke sekolah menengah Hoogere Burgerschool. Pendidikan tingginya ia tempuh di Sekolah Tinggi Teknik Delft, tapi karena merasa tak cocok, akhirnya dia pindah ke Universitas Leiden. Kartono jadi satu-satunya orang Indonesia pertama yang bersekolah di Belanda. Tamat dari Leiden dengan gelar Docterandus in de Oostersche Talen, Kartono menjelajahi Eropa.

Sebagai seorang polyglot, Kartono menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah. Kartono sempat mengikuti tes lowongan wartawan perang untuk koran Amerika The New York Herald Tribune di Wina, Austia, dan meliput Perang Dunia I. Kala itu, tesnya berbentuk menyingkat-padatkan berita dalam bahasa Prancis satu kolom menjadi berita yang terdiri dari 30 kata dan 4 bahasa, yaitu Inggris, Spanyol, Rusia, dan Prancis. Tak disangka, Kartono mampu menyingkat berita tersebut jadi 27 kata. Dengan begitu, dia lolos telak dan menjadi wartawan perang di surat kabar paling bergengsi di Amerika Serikat.

•Soekarno

Presiden Pertama Indonesia, Soekarno atau Bung Karno, juga merupakan seorang polyglot. Beliau menguasai bahasa Jepang, Belanda, Inggris, Arab, Prancis, Sunda, dan Bali. Mengutip Kepustakaan Presiden Perpusnas, Soekarno menghabiskan masa kecilnya di Surabaya, lalu melanjutkan pendidikan ke Hoogere Burgerschool.

Di masa-masa itulah, Soekarno sering membaca buku-buku di perpustakaan ayahnya dan membangkitkan jiwa nasionalismenya. Soekarno lalu melanjutkan pendidikan di Bandung, tepatnya di THS (Technische Hoogeschool) yang sekarang dikenal sebagai ITB.

Soekarno juga diketahui dekat dengan banyak pemimpin dunia. Salah satunya, pemimpin Uni Soviet, Nikita Khrushchev. Nama Soekarno juga diabadikan sebagai nama jalan di beberapa negara, seperti di Maroko dan Mesir, serta menjadi nama taman di Meksiko.

Dilansir dari berbagai sumber:

Alifia Nur Faiza/Litbang MPI

 



Sumber Berita

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2022 e-Kompas.ID