JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan negara dari CHT sepanjang 2023 minus 2,35% (YoY) menjadi hanya Rp213,48 triliun dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Kemudian kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang berlebihan secara terus-menerus dinilai akan sangat memberatkan pelaku industri hasil tembakau (IHT).
Tidak hanya menyebabkan turunnya realisasi penerimaan negara dari CHT tetapi juga memperbesar perpindahan konsumsi ke rokok ilegal.
Namun, jika pemerintah tetap ingin melanjutkan rencana kenaikan cukai, sejumlah pihak merekomendasikan agar kenaikannya moderat, tidak lebih dari dua digit dan sesuai dengan tingkat inflasi saat ini.
Hal tersebut lantaran kebijakan kenaikan CHT di tahun 2023-2024 justru memicu polemik baru.
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Andry Satrio Nugroho menyebut jika ingin menaikkan tarif cukai di tahun 2025, Pemerintah perlu meninjau kembali rumusan yang membentuk tarif cukai. Rumusan yang baku, transparan, dan jelas sangat berpengaruh pada penerimaan negara dan juga keberlangsungan dari IHT itu sendiri
“Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan faktor kesehatan dijadikan saat ini bagi para Pemerintah dalam menentukan besaran cukai CHT. Misalnya saja dengan asumsi pertumbuhan ekonomi di 2025 mencapai 5%, lalu inflasi di angka 3% dan faktor kesahatan tidak lebih dari 1%, sehingga semestinya tarif CHT di kisaran 9%. Sehingga pelaku usaha bisa lebih bersiap untuk menaikkan setorannya pada negara. Karena implikasinya dengan kenaikan tarif cukai yang dua digit tersebut produksi dari industri hasil tembakau itu menurun dan penerimaan negara dalam bentuk cukai hasil tembakau itu juga otomatis menurun,” ujar Andry, Sabtu, (27/4/2024).
Baca Juga: instalasi-interactivity-gaungkan-keselarasan-dalam-pameran-arch-id-2024
Follow Berita e-Kompas.ID di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari e-Kompas.ID hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya