JAKARTA – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memastikan dilusi atau pengurangan saham negara di PT Garuda Indonesia Tbk, akan dilakukan setelah Putusan Penundaan Pembayaran Utang (PKPU).
Dilusi saham ini menjadi opsi Kementerian BUMN yang disampaikan kepada Komisi VI DPR RI beberapa waktu lalu.
Opsi ini pun disetujui legislatif melalui Panitia Kerja (Panja) Penyelamatan Garuda Komisi VI dalam rapat kerja pada pertengahan April 2022 lalu.
BACA JUGA:Garuda Indonesia Ajukan Perpanjangan PKPU 30 Hari, Janji Ini Permohonan Terakhir
Hanya saja, pengurangan saham ini tidak bisa di bawah 51%.
“Kalau Garuda sendiri kan sudah jelas proses masih di PKPU. Dan DPR sudah memutuskan bahwa porsi pemerintah 51% kalau sampai di bawah itu sepertinya belum diizinkan,” ujar Erick, Rabu (18/5/2022).
Meski memberi lampu hijau atas langkah swastanisasi emiten dengan kode saham GIAA itu, Erick menilai langkah ini masih terlalu dini untuk dibahas lebih detail
“Nah jadi konteksnya itu kita jaga, tapi terlalu dini bicara Garuda sebelum PKPU-nya putus, jadi kita tunggu saja yang itu,” ucapnya.
Saat ini, saham negara mencapai 60,5%, Trans Airways sebanyak 28,2%, sisanya milik publik sebesar 11,1%.
BACA JUGA:Ada Investor yang Bantu Selamatkan Garuda Indonesia? Ini Bocoran Dirut
Pengurangan persentase saham negara tersebut untuk mengurangi utang emiten penerbangan plat merah yang mencapai USD9,8 miliar atau setara Rp139 triliun.
Penyelamatan utang Garuda Indonesia memang ditempuh melalui restrukturisasi dengan skema Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam restrukturisasi itu, Garuda setidaknya membutuhkan pendanaan pemerintah sebesar USD 527 juta atau setara Rp7,5 triliun.
Hal ini bisa terdiri dari pendanaan interim senilai USD90 juta dalam bentuk senior secured loan, serta pendanaan tambahan sebesar USD437 juta sebagai bentuk kebutuhan dana setelah proses restrukturisasi selesai.